aoo . . . temen-temen semua, alhamdulilah
ya, sesuatu, hari ini, aku mau share nih tentang contoh pidato. Nah ini aku
tujukan khususnya buat kamu yang lagi belajar untuk pidato atau buat kamu yg
kelas 3 mau pada ujian praktek?? semoga adja bisa jadi refrensi kalian
temen-temen..:)
Grafitty dan Mural,
Antara Vandalisme dan Idealisme
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Yang
saya hormati Bapak Kepala SMAN 1 Seyegan, yang saya hormati pula Bapak/ Ibu
guru SMAN 1 Seyegan, staf TU, karyawan dan karyawati, teman-teman kelas X, XI
dan XII yang saya banggakan serta segenap keluarga besar SMAN 1 Seyegan yang
berbahagia.
Marilah
pertemuan kita pada siang hari ini kita hiasi dengan memanjatkan puji syukur
kehadirat Allah Rabbuna Wa Robbukum yang dengan kemurahan-Nya, kita dapat
berkumpul di tempat yang mulia ini tanpa halangan apapun. Tidak lupa semoga
shalawat serta salam senantiasa tercucur kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, yang selalu kita nanti syafaatnya di dunia dan di akhirat.
Hadirin
yang berbahagia,
Pertama-tama,
saya, Anisa Anggraeni mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah
diberikan sehingga saya bisa berdiri di sini dan bertatap muka dengan para
hadirin untuk menyampaikan sepatah dua patah kata yang kiranya bisa bermanfaat
bagi kita semua.
Pada
kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato dengan judul “Grafitty dan Mural,
Antara Vandalisme dan Idealisme.”
Tahukah
kamu apa itu vandalisme dan idealisme?
Nah,
vandalisme berasal dari kata vandal yang mengacu pada nama suatu suku di masa
Jerman Purba. Suku ini pernah menghancurkan karya seni dan sastra Romawi yang
ada pada saat itu. Dari perilaku Suku Vandal tersebut, vandal kemudian diberi
makna seseorang yang dengan sengaja merusak sesuatu yang indah. Sedangkan
menurut Kamus Webster, vandalisme dimaknai sebagai willfull, private property,
malicious destruction, defacement of beauty things, yang artinya perusakan
terhadap sesuatu yang nilainya indah dan mengagumkan.
Sementara
itu, idealisme diartikan sebagai sebuah keyakinan atas suatu hal yang dianggap
benar oleh induvidu yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman,
pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan.
Nah
yang jadi pertanyaan sekarang, apa hubungan antara vandalisme dan idealisme?
Sebelum
saya jelaskan lebih lanjut, coba deh kita tengok contoh-contoh vandalisme dan
idealisme yang ada di sekitar kita . Banyak sekali bukan? Yaps, betul! Ada demo
mahasiswa, tawuran, perusakan terhadap situs-situs sejarah dsb. Tapi…apakah
demo, tawuran dan perusakan terhadap situs-situs sejarah termasuk kategori idealisme
juga atau hanya tergolong sebagai aliran vandalisme saja. Iya??? Tentu saja
jawabnya bukan. Kenapa demikian? Mungkin 3 hal itu bisa kita golongkan dalam
vandalisme tapi tidak bisa kita golongkan dalam idealisme. Karena apa? Karena
idealisme itu berupa gagasan yang menuju ke arah hal-hal yang positif.
Yang
saya minta disini adalah contoh-contoh yang berupa vandalisme tapi juga
tergolong dalam kategori idealisme. Ada yang tahu?? Nah benar…contohnya adalah membuat
grafitty dan mural. Garfitty adalah gambar dan mural adalah tulisan, keduanya
merupakan salah satu bentuk karya seni yang banyak terpajang di tembok-tembok
sekolah, di pinggir jalan dan di tempat-tempat umum lainnya, seperti di halte
bus, pos ronda dsb. Graffity dan mural lebih sering dibuat oleh pelajar atau mahasiswa
dengan dalih pengekspresian ide-ide dan sarana refreshing. Namun bagaimana
orang lain memandang hal ini?
Sebagian
orang menganggap graffity dan mural adalah salah satu bentuk ekspresi kebebasan
yang bisa digolongkan dalam karya seni yang indah. Selain itu, grafitty dan
mural sering dianggap sebagai wujud perealisasian ide-ide atau sebagai kritikan
terhadap orang lain. Mengapa demikian? Yah, karena dewasa ini pembuat graffity
dan mural tidak hanya melukiskan gambar atau tulisan yang kurang bermakna.
Terkadang kritikan pun dituangkan lewat media ini. Misalnya mengkritik
pemerintah tentang mahalnya biaya pendidikan dilukiskan dengan gambar anak kecil yang sedang gantung diri dan
ditimbun dengan buku-buku pelajaran. Gambar ini saya jumpai di tembok SMP N 3
Salam, Magelang, entah siapa yang melukis.
Penyuka
grafitty banyak yang beranggapan, jika mereka menuangkan opininya di media
cetak, banyak yang tidak akan mengetahuinya karena tingkat keinginan orang
Indonesia untuk membaca masih sangat rendah. Sementara itu, jika disampaikan
lewat gambar banyak orang yang akan merespon, karena lebih banyak orang senang
melihat gambar daripada membaca petunjuk gambar.
Di
sisi lain, ada juga orang yang menganggap grafitty dan mural seperti pedagang
kaki lima yang merusak keindahan kota. Grafitty dan mural tidak bisa dianggap
sebagai karya seni karena dituangkan pada media yang tidak tepat. Misalnya
dituangkan di tembok, berarti telah merusak cat pada tembok dan menimbulkan
kerugian bagi pemiliknya.
Lalu
sebagai pelajar sikap seperti apa yang harus kita ambil menghadapi hal seperti
ini? Apakah kita harus pro atau kontra? Inilah yang harus menjadi titik diskusi
kita dan diberi perhatian khusus, karena vandalisme dan idealisme ibarat mata
uang logam yang sisinya saling berkaitan. Artinya jika muncul hal baru di suatu
masyarakat yang belum bisa menerima perubahan maka akan ada sebagian yang
setuju ada pula yang menolak. Hal ini tidak bisa kita uraikan dan pisahkan satu
per satu. Begitu juga dengan grafitty dan mural, ada yang pro dan ada yang kontra. Nah untuk menghadapi
hal semacam ini, kita harus menengok kembali apa fungsi dari grafitty dan mural
itu. Jika hanya digunakan untuk kesenangan semata misalnya menggambar kartun,
bisa dituangkan lewat buku, kain kanvas atau media lainnya. Namun jika dirasa
sangat penting sekali untuk memberikan kritikan ,masukan dan meminta dukungan
dari orang lain yang tentunya menyangkut ke vpentingan khalayak umum diharapkan
grafitty dan mural bisa menjadi media penyaluran ide-ide atau gagasan masyarakat.
Jadi
buat kamu yang suka corat-coret tembok, corat coretlah tembok dengan sesuatu
yang bermakna karena think locally act globally, berfikir local tapi bertindak
global, berfikir sederhana tapi bertindak bijaksana. Bukankah Edward Ricards pernah
mengatakan :
Seekor
burung hantu yang bijaksana duduk di sebatang dahan. Maka ia akan semakin
banyak melihat apa yang ada disekitarnya. Ia jadi sedikit bicara. Semakin
sedikit ia bicara semakin banyak ia mendengar. Mengapa kita tidak seperti
burung hantu yang bijaksana itu? Melihat setiap jengkal keinginan alam,
mendengar setiap kata yang diungkapkan lingkungan dan menjaganya dalam
keindahan.
Hadirin
yang berbahagia,
Inilah
untaian huruf yang tergabung dalam kata hingga menjadi kalimat yang bisa saya
sampaikan. Semoga mampu memenuhi kehausan pengetahuan dalam diri hadirin.
Makan bakso di kandang
buaya
Ditemani sama orang
terkasih
Demikian pidato dari
saya
Selamat
siang dan terimakasih
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Daftar Pustaka
http://filsafat.kompasiana.com/2010/11/09/orang-idealis-vs-orang-realistis/ di akses pada tanggal 17 Febuari 2012, pukul
17:13 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar